SURABAYA, paradigmanasional.id – Rona nampak menjelang senja diperaduan beranda rumah Sang Motivator Ketut Abid Halimi yang terkenal di depan hamparan hijau menguning padi di persawahan, Senin (31/01/2022) lalu.
Sejuknya saat itu menghantarkan suasana semakin ganyeng dengan “Wong Tuwek” wartawan senior tiga jaman. Sambil ngobrol ngalur ngidul, santai penuh keakraban dan suguhan kopi khas daerah serta camilan ringan khas daerah diatas meja butut melengkapi pembicaraan kami.
Tak terasa kopi khas daerah serta camilan khas daerah yang tak ternilai, mampu dan juga betah kami ngobrol berjam-jam lamanya nan seru pula. Hal ini karena ada rasa syukur, senang dan bahagia kami bisa bertemu.
Ditilik pertemuan itu ada kualitas yang tak ternilai, itupun bukan dari nilai berapa harga camilan dan secangkir kopi. Namun dibalik dari kualitas pertemuan itu terukir hal manfaat dan faedahnya, sehingga bobot obrolan semakin menyentuh pakem hidup dan kehidupan.
“Wong Tuwek” dengan gaya yang khas menyampaikan, banyak hal dituturkan, saran, tips dan juga bukan sekedar masukan masukan, namun juga pedoman moral hidup, tata krama bersikap dalam hidup dan kehidupan maupun berpikirlah yang bijak. Hal itu baik individu, pekerja, kapan saja, dimana saja.
Beliau pun menyampaikan banyak hal terkait “Attitude”. Bahkan tanpa harus menggurui dan juga arogan sebagai orang yang merasa tua. Tutur kata perkata disampaikan canda, jenaka, santai, serius dan penuh kebapakan.
Ngobrol perihal wartawan/jurnalis, agama, pendidikan, pergerakan ormas, politik, hidup kehidupan dan pendamping hidup dengan mengepulnya asap rokok murahan tapi nikmat.
Pesannya, jangan lupa tiga hal, yaitu “Pola Laku (Performa), Pola Tindak (Kinerja) dan Pola Pikir (Kebijakan)”.
Wong Tuwek pun menguraikan satu persatu ketiga hal tersebut dengan cara sederhana, sehingga mudah dimengerti, dipahami dan diterima akal sehat.
Beliau dalam penuturannya juga, memberikan saran dan tips-tips pewartaan atau penyajian berita dalam framing wartawan/jurnalis dan pengertian dasar wartawan/jurnalis maupun hal-hal mendasar lain yang berhubungan atau terkait dengan dunia wartawan/jurnalis.
Wong Tuwek tak pelit, jauh dari kata sombong, arogan atau gak mau tau. Beliau terbuka, dan apa adanya, sehingga obrolan kami ini semakin enak dan mencair.
Disela-sela perbincangan terselip beliau memflashback memori diri kisah dimasa kecilnya. Banyak juga bercerita semasa masih anak anak yang dinamika dan menapak perjuangan hidup. Lembaran hidup sungguh panjang, juga berliku dan penuh pergolakan meniti jati diri.
Wong Tuwek juga menguraikan, tentang suasana dan kondisi dimasa Surabaya di tahun 60an. Beliau membawa imajinasi saya ke sana, ke Surabaya masa lalu.
Ketika beliau bercerita, seperti saya sedang membaca buku sejarah yang tak pernah saya dapatkan di bangku sekolah. Diantaranya soal sungai-sungai di Surabaya yang berfungsi sebagai “Transportation Way” pada saat itu dengan Perahu, juga Trem Listrik dan Lokomotip gunakan arang stendkeul atau Kayu Bakar, Stasiun Kereta Api berada di Surabaya.
Meskipun hanya ditemani segelas kopi dan camilan tersebut murah, namun terkait wawasan yang saya dapatkan ketika mengobrol berdua dengan “Wong Tuwek” tidaklah murahan.
Tak terasa obrolan di kediaman Sang Motivator terkenal tersebut cukup lama, sehingga Wong Tuwek pamit untuk keperaduan Surabaya dan semoga kami dapat bertatap muka serta ngobrol lagi. (Bad.T/BRT).