Bolsel, Sulawesi Utara, Paradigmanasional.id – Pasca pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan memiliki kesan yang kurang baik.
Seperti Kasus pemecatan sepihak Kepala Dusun dan penerbitan Surat Pindah kepada warga tanpa dasar hukum yang jelas di Desa Torosik, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), menuai sorotan. Fanly Katili, S.Pd, S.H, M.H., dari Team Kuasa Hukum MADU, menyampaikan respons keras terhadap tindakan tersebut, yang diduga berlatar belakang perbedaan pilihan politik dalam Pilkada Bolsel 2024.
Fanly menilai bahwa pemecatan Kepala Dusun yang dilakukan tanpa alasan dan prosedur yang sah. Karena, menurutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemecatan perangkat desa hanya dapat dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku.
“Pemecatan sepihak ini tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga mencederai hak-hak aparat desa. Ini adalah pelanggaran serius terhadap tata kelola pemerintahan yang baik,” tegas Fanly.
Lebih jauh, Fanly menjelaskan, penerbitan Surat Pindah tanpa persetujuan warga dianggap sebagai bentuk intimidasi politik.
“Kami menduga langkah ini terkait dengan perbedaan pilihan politik dalam Pilkada 2024. Jika benar, ini melanggar hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,” tambahnya.
FanLy juga menyebut tindakan ini berpotensi melanggar Pasal 29 ayat (2) UU Desa, yang menjamin hak warga desa untuk bebas dari diskriminasi politik.
Selain melanggar hak warga, menurut Fanly, bahwa tindakan Kepala Desa Torosik dinilai melanggar prinsip demokrasi dan Kode Etik Pemerintahan Desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015.
“Netralitas aparatur desa seharusnya menjadi prioritas, terutama dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Namun, kasus ini menunjukkan adanya intervensi yang melanggar kode etik dan prinsip demokrasi,” jelas Fanly.
Team Kuasa Hukum MADU inipun meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kabupaten Bolsel segera melakukan investigasi menyeluruh. Pihaknya juga mendesak Polda Sulut untuk memproses kasus ini secara transparan.
“Jangan sampai tindakan ini dibiarkan hanya karena kepala desa yang bersangkutan diduga mendukung pihak tertentu dalam Pilkada. Ini akan menciptakan preseden buruk bagi demokrasi dan pemerintahan desa di Indonesia,” ujar Fanly.
Ia khawatir jika tidak ditangani dengan tegas kasus ini akan merusak reputasi Bolsel pasca Pilkada 2024. Kuasa hukum MADU juga menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas demi keadilan dan penegakan hukum.
“Kami meminta kepada pihak berwenang untuk bertindak segera demi keadilan dan penegakan hukum yang tegas. Jangan Sampai Bolaang Mongondow Selatan Menjadi Percontohan yang buruk pasca Pilkada 2024,” tutup Fanly
Vq, Tim***