Keterangan foto: M.Agung Dharmajaya, Anggota Dewan Pers bid Hukum & Perundangan (kiri). Ketua Umum PJI (kanan).
SURABAYA, paradigmanasional.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Senin, 17/1/2022 mengajukan banding dalam perkara penganiayaaan jurnalis Tempo, Nurhadi. Untuk ini saya mewakili insan Pers Nasional, “angkat jempol”. Saya mengapresiasi komitmen penegakan hukum/keadilan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim), M. Dofir.
Jum’at 14/1 saya mengirim surat kepada Kajati Jatim, berharap agar JPU melakukan upaya hukum banding atau kasasi secara serius dan JPU bersungguh-sungguh melakukan upaya hukum. Dan Kajati menjawab melalui pesan singkat Whatsapp kepada saya, hari Senin (17/1) diputuskan.
Sebelumnya Rabu 12/1/2022 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis 2 Terdakwa Polisi aktif penganiaya jurnalis Nurhadi dengan hukuman 10 bulan penjara dan membayar restitusi 35 juta rupiah lebih. Terdakwa yang berdinas di Polda Jatim itu terbukti bersalah melanggar Undang-undang Pers pasal 18 ayat (1); menyekap dan menganiaya Nurhadi. Peralatan jurnalistiknya dilucuti dan data di dalamnya dihapus saat korban Nurhadi menjalankan kerja jurnalistik di Surabaya, akan meminta konfirmasi mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji yang terlibat kasus suap pajak,
JPU menuntut dua Terdakwa Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi hukuman masing-masing 1 tahun 6 bulan penjara. Namun Majelis Hakim memutus 10 bulan penjara, tidak sampai 2/3 tuntutan JPU. Itupun tanpa perintah memasukkan terpidana ke dalam tahanan/penjara. Dalam tulisan sebelum ini yang dimuat oleh ratusan media/jurnalis anggota PJI, saya mengistilahkan vonis hukuman seperti itu, “Vonis Banci” atau “setengah-setengah”. Penilaian saya, Majelis Hakim tidak cukup serius mengadili dan memutus perkara itu.
Terlebih bila infornasi yang saya dapat benar bahwa 2 tersangka/terdakwa oknum Polisi itu berstatus tahanan kota, maka nyaris dipastikan terjadi “Sandiwara Hukum/Keadilan”. Sampai putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), terpidana tidak menjalani hukuman penjara. Saya tetap berharap info ini salah.
Majelis Hakim di semua tingkatan peradilan seyogyanya bisa menjadi “alat ukur keadilan” dalam artian sebenar-benarnya. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jatim saya harapkan memutus hukuman berat/maksimal bagi 2 Terdakwa Polisi aktif itu yang tentunya sangat paham perbuatannya melanggar hukum. Jadi selayaknya menjadi alasan pemberatan bagi Majelis.
2 oknum Polisi Polda Jatim itu juga melecehkan Kapolri. Kapolri dan Ketua Dewan Pers telah menanda-tangani Nota Kesepahaman yang pada intinya saling menghargai kerja jurnalis dan Polri. Jadi institusi Polri seyogyanya memberi tambahan hukuman administratif yang tegas bagi anggotanya itu.
Tak pelak hukuman berat akan menjadi peringatan/penegasan/pelajaran bagi semua pihak agar tidak sembarangan menghalangi kerja jurnalis yang benar.
Penulis:
Hartanto Boechori
Ketua Umum PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia)